Sabtu, 04 Oktober 2014

Resensi "KEKEJAMAN BAGI SANG SAKSI MATA"

Judul buku            : Saksi Mata
Pengarang            : Seno Gumira Ajidarma
Jumlah halaman    : vii+115 halaman
Tebal buku           : 1 cm
Penerbit               : Yayasan Bentang Budaya
Tahun terbit          : 1994
   
          Seno Gumira Ajidarma seorang cerpenis, novelis sekaligus jurnalis, Seno menyampaikan kritik tajamnya kepada penguasa melalui tulisan-tulisannya. Balutan kalimat Seno dengan bahasa yang lugas selalu bisa diikuti pembaca dengan enak, meskipun pada akhirnya mengajak pembaca ke sebuah kisah suram. Meninggalnya seseorang dengan tidak wajar, kondisi sosial yang mengenaskan serta pelanggaran HAM yang dilakukan oleh negara.
          Cerpen-cerpen yang dihasilkan Seno mengukuhkan dia sebagai oposan bagi penguasa Orde Baru. Ia mulai mengkritisi Orba sejak 1980-an. Ia mengajak pembaca untuk menyaksikan peristiwa itu sambil mendorongnya untuk melakukan refleksi terhadap itu.  Peristiwa-peristiwa dalam cerpennya mampu membuka hati dan pikiran pembaca untuk menyadari bahwa di luar sana, tak jauh dari tempat pembaca terjadi peristiwa memilukan.
          Kelebihan Seno adalah pada cara dia bercerita. Biarpun memuati kritisme, cerpen-cerpennya tetap tersaji ringan. Ini menunjukkan betapa Seno seorang pendongeng yang mahir dalam tehnik dan punya banyak cara untuk bercerita.
          Isi buku ini juga cocok sekali dengan covernya, suram dan monocrome tapi ada pusat perhatiannya dibagian merah judulnya. Merah berarti darah dan sekaligus berarti keberanian. Seperti tema besar dalam buku kumpulan cerita pendek ini. Buku ini menjadi saksi bisu sekaligus pembuktian betapa kejamnya sebuah sejarah. Dalam buku kumpulan cerpen ini terdapat 13 judul cerpen yaitu Manuel; Salazar; Salvador;Listrik; Rosario; Seruling Kesunyian; Telinga; Darah Itu Merah,Jendral;Misteri Kota Ningi (atawa The Invisible Christmas);Pelajaran Sejarah;Maria;Klandestin dan Saksi Mata.
          Namun, sayangnya buku ini kurang pantas untuk dibaca oleh anak-anak. Hal itu disebabkan dominasi dari cerpen-cerpen ini bercerita tantang kekejaman bahkan hal-hal yang bisa dibilang mengerikan. Tapi terkadang, hal semengerikan itu memang terjadi di dunia nyata. Dan betapa kengerian dalam cerita takkan melampaui atau sekadar menyamai kengerian di dunia nyata. Narasi pada cerita pendek dalam buku ini seringkali memunculkan ketidaknyamanan pada pembacanya. Pemotongan kuping,pencokelan mata, penculikan, penyiksaan, pembantaian dan pembunuhan menjadi warna dalam buku ini. Nyawa dipertaruhkan, terpaksa berpisah dari keluarga. Mungkin sebentar, makan waktu lama atau bahkan tidak akan bertemu lagi selamanya. Ada seorang Ibu yang menunggui anak kesayangannya pergi ke medan perang, selama bertahun-tahun, tetapi ketika anaknya pulang terpaksa pertemuan yang sudah lama diridukan tidak pernah terlaksana, karena raut dan tubuh sang anak tidak dikenal Ibunya. Sang Ibu malah mengusirnya.Penuh dengan darah, kekejaman, penindasan, teror, rasa kesepian, serta perjuangan keras yang mengikutinya.
          Jika sekadar membaca cerita saja sudah demikian rasanya, sungguh benar jika perjuangan untuk mempertahankan dan menyempurnakan kemanusiaan memang sungguh tidak ringan, bahkan terlampau berat. Dan hal itu mampu digambarkan dengan jelas dalam kumpulan cerita pendek ini. Dibutuhkan keberanian untuk bersaksi meski mata terancam dicongkel, lidah terancam dicatut, telinga terancam dipotong, dan dada terancam dilubangi. Buku ini pun salah satu perwujudan keberanian itu.
          Buku kumpulan cerpen ini memberikan suatu pelajaran dimana perjuangan bukan hanya untuk orang yang berperang, orang yang akan memberikan kesaksian yang jujur sering kali harus berjuang dengan diri sendiri dan lawannya, serta dibutuhkan keberanian untuk mencari tahu kebenaran, melawan, dan memperjuangkan keadilan.  Begitu yang digambarkan dari kisah pertama buku ini, Saksi Mata.



Kelompok : 1. Akhidah Desiliani (05)
                   2. Alfiah Tri Hastutik (06)
                   3. Dhea Amanati Purna O (18)
                   4. Elsa Lorina Elvara (23)
    XII IPA 1 SMA N 1 Sanden

Tidak ada komentar:

Posting Komentar